Pada sebuah batang pohon Damar besar aku bersandar. Menatap arah tak beraturan. Dalam beberapa tatapan, bongkahan kenangan berkelebatan. Anak-anak muda bergandeng tangan, anak-anak kecil kegirangan.

Semua bergembira. Menghabiskan akhir pekan, di dalam rimbun hutan Damar bernama Kampung Kurcaci, Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga. Sebuah lokasi wisata yang pernah viral pada 2017 silam, yang kini hanya menyisakan reruntuhan kenangan.
Pada Kamis sore lalu, aku kembali mengunjungi Kampung Kurcaci. Sejatinya, tak ada niat mampir di Kampung Kurcaci. Kamis sore lalu itu, aku hanya ingin mengirup udara segar di areal hutan Damar desa Siwarak, Purbalingga, bersama seorang kawan.
Namun, di tengah perjalanan—tanpa sepengetahuan kawanku—aku membelokan kendaraan menuju parkiran lokasi wisata Kampung Kurcaci.
Wisata Kampung Kurcaci Yang Pernah Viral
Yang selalu aku ingat setiap melewati areal lokasi wisata Kampung Kurcaci, adalah deretan pohon-pohon Damar yang cukup aku kenali.
Maka, pada Kamis sore lalu itu—sejatinya—aku hanya ingin menikmati udara sejuk di dalam hutan Damar, di mana lokasi wisata ini berada.
Pada awalnya, Kampung Kurcaci merupakan wisata alam yang diinisiasi para pemuda Dusun Brobahan, Desa Serang, yang tergabung dalam kelompok Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) bekerjasama dengan Perum Perhutani sebagai pemilik lahan.
Penamaan “Kampung Kurcaci” menurut para inisiator, memiliki makna filosofis. Lokasinya yang terletak di petak 40J RPH Serang, BKPH Gunung Slamet Timur, KPH Banyumas Timur tersebut, merupakan areal hutan Damar raksasa yang membuat pengunjung di dalamnya merasa kecil bagai kurcaci.
Menempati hutan Damar seluas 3,5 hektar yang ditanam pada tahun 1952, Kampung Kurcaci memiliki beberapa wahana yang cukup populer sekira tahun 2016-pertengahan 2018. Seperti wahana Rumah Pohon, Rumah Kurcaci, Play Ground, Hammock susun, Camping ground, Arena Permainan Tradisional, Perpustakaan Alam, dan Giant Swing.
Saya dan keluarga—dulu—juga kerap menghabiskan akhir pekan di sini. Bahkan untuk dapat menggunakan wahana-wahana yang ada di lokasi tersebut, harus menunggu antri, terutama pada hari Minggu, saking ramainya.
Wisata Kampung Kurcaci Tutup Permanen
Niat saya untuk menikmati udara di dalam hutan Damar tersebut, mau tidak mau membuka kembali beberapa kenangan yang pernah saya dan keluarga ukir di tempat ini.
Saya, ditemani seorang kawan, menyusuri beberapa bekas wahana yang dulu pernah hits di media sosial.
Miris rasanya. Beberapa wahana yang dulu pernah viral, kini tinggal puing-puing. Beberapa sudah rapuh, bahkan ada yang sudah hilang sama sekali, diganti oleh tumbuhan liar yang membubung tinggi.

Rumah Kurcaci, sebagai ikon wisata tersebut, tampak dibiarkan teronggok dengan kondisi berantakan dan lapuk. Padahal—dulu—untuk dapat berswafoto di rumah Kurcaci itu mesti harus menunggu giliran, terutama pada hari Minggu.
Rumah Pohon, yang dulu tampak kuat di atas pohon Damar, juga tak jauh berbeda keadaannya. Beberapa bagian atap rumah pohon itu lapuk, dan bisa saja ambrol setiap saat.
Wahana Play Ground juga mengalami nasib yang sama. Saya menjadi teringat ketika anak perempuan saya bermain di wahana ini waktu itu. Menangis karena takut, tapi minta bermain lagi. Sementara, beberapa fasilitas seperti warung, toilet, tinggal puing-puingnya.
Saya tidak tahu kenapa Wisata Alam tersebut bernasib demikian. Padahal, wisata ini adalah—bagi saya—simbol kreatifitas dan kemandirian pemuda desa dalam bidang ekonomi kreatif.
Bahkan, beberapa desa di Purbalingga, setelah wisata alam ini viral, berlomba-lomba untuk membuat lokasi wisata sejenis. Seperti Jembatan Cinta misalnya. Namun, wisata Jembatan Cinta Purbalingga juga mengalami nasib yang sama. Hilang, dan hanya menyisakan kenangan bagi para pengunjungnya.
Saya mencoba mencari informasi kepada seorang pemuda yang rumahnya tak jauh dari lokasi. Namun, sepertinya ia enggan menjawab pertanyaan saya.

Sebuah Harapan
Lepas dari berbagai persoalan yang melatarbelakangi tutupnya wisata alam yang pernah hits tersebut, sejatinya—jika—pemangku kebijakan di Kabupaten Purbalingga serius menumbuhkan usaha wisata, tentu hal seperti ini tidak terjadi.
Lihat bagaimana maju dan pesatnyanya Golaga Purbalingga, setelah dikelola oleh Perumda Purbalingga, Owabong. Semoga saja, tulisan ini dibaca semua pihak terkait di Purbalingga.
Eh, ngomong-ngomong apakah ada teman-teman yang punya kenangan di Kampung Kurcaci?
Wahhh pada dulu sering banget ke sini…ternyata skrg kampung kurcaci udah tutup ya. Sayang banget padahal t4nya asik buat nongkrong sambil makan mendoan…
Sayang banget ya kak, destinasi wisata keren ini tutup. Semoga saja, makin banyak destinasi wisata baru ke depannya ya kak.
Merujuk ke paragraf Mas Sukman yang menjelaskan kalau dulu banyak tempat yang berlomba-lomba bikin atraksi wisata sejenis, mungkin tempat ini tutup karena pasarnya sudah jenuh, Mas. Karena baca postingan ini, saya jadi sadar kalau akhir-akhir ini sudah hampir tak ada berita soal tempat wisata “rumah Hobbit” dan hutan tempat hammock-an seperti ini. Padahal dua-tiga tahun lalu populer sekali.
saya rasa tempat-tempat wisata yang konsepnya mengikuti tren memang biasanya berumur pendek.. mungkin bisa dikembangkan lagi dengan perpaduan antara tren yang sedang hype dengan kearifan lokal atau apa lah yang khas yang tak terpengaruh oleh tren sesaat.. semoga tempat ini kembali menemukan kejayaannya..